Menanggapi kekhawatiran mengenai potensi persaingan dengan industri pengolahan susu besar yang sudah ada, Ferry menegaskan bahwa semangat utama dalam pengembangan koperasi susu ini adalah kolaborasi, bukan persaingan. “Pasar yang sudah ada saat ini dan diisi oleh IPS, bisa tetap berjalan. Kami juga punya target program pemerintah untuk menyukseskan program makan bergizi, yang salah satu unsur dari makan bergizi itu adalah susu. Itu insya Allah bisa dipenuhi oleh peternak-peternak sapi yang ada, KUD, koperasi-koperasi peternak sapi perah,” jelasnya.
Ferry juga menambahkan bahwa pabrik susu milik koperasi ini akan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan susu untuk pasar lokal dan mendukung program pemerintah untuk menyediakan makanan bergizi yang lebih terjangkau bagi masyarakat, tanpa mengganggu pasar yang sudah ada.
Terkait dengan rencana pendirian pabrik susu oleh GKSI, Ferry menyebutkan bahwa pihaknya sedang menjajaki dua lokasi potensial untuk pembangunan pabrik, yaitu di Jawa Barat dan Jawa Timur. Pemerintah melalui Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPBD) akan membantu koperasi peternak sapi perah untuk melakukan investasi bersama dalam pendirian pabrik ini.
“Sejauh ini kami sudah melakukan feasibility study dan akan segera melakukan rapat bersama dengan koperasi dan LPBD untuk membahas mekanisme pendirian pabrik susu tersebut. Harapannya, pabrik ini akan dikelola secara profesional dan dapat memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan produksi susu di Indonesia,” tambah Ferry.
Selain itu, Boyolali juga disebut memiliki potensi besar sebagai pusat pengolahan susu, mengingat daerah tersebut merupakan salah satu penghasil susu terbesar di Indonesia dengan produksi susu segar mencapai 140 ton per hari. Wamenkop mengungkapkan bahwa di Boyolali ada aset yang dimiliki GKSI yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Aset ini bisa digunakan untuk mendirikan pabrik susu yang dikelola oleh koperasi, yang tentunya akan meningkatkan kapasitas dan nilai tambah dari susu lokal yang dihasilkan.