“Kami minta kepada Mahkamah Konstitusi, dalam pengujian ini, bahwa yang bisa mencalonkan kepala daerah, baik itu gubernur, bupati, maupun wali kota, adalah partai yang lolos verifikasi atau telah mengikuti pemilihan di daerah tersebut,” ujar Abdul dalam keterangannya.
Ambang Batas dan Ketidakadilan
Menurut Abdul, ambang batas 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah yang ditetapkan saat ini, membuat banyak partai politik yang sudah terverifikasi tetapi tidak dapat mengusung calon kepala daerah. Hal ini terjadi karena kekuatan politik dan dominasi partai besar yang memonopoli kursi DPRD, mengakibatkan partai politik lain tidak memiliki kesempatan yang sama.
“Ini adalah hak yang seharusnya diberikan kepada partai politik yang lolos verifikasi. Undang-undang harus memastikan kesamaan dan kesetaraan, karena partai politik seharusnya diberikan hak yang sama,” tambah Abdul.
Dampak pada Demokrasi
Abdul menekankan bahwa kotak kosong tidak baik untuk perkembangan demokrasi. Meskipun saat ini secara konstitusional diperbolehkan, ia menganggap kotak kosong seharusnya hanya menjadi opsi terakhir. Ia berharap Mahkamah Konstitusi dapat mempertimbangkan dengan serius permohonan ini dan mengambil langkah yang dapat memperbaiki sistem pemilihan kepala daerah.