MALANG -Kejadian mengejutkan terjadi ketika seorang remaja berusia 19 tahun yang disebut sebagai HOK ditangkap di Malang, Jawa Timur, oleh unit elit penanggulangan teror Detasemen Khusus 88 (Densus 88). Penangkapan dilakukan setelah HOK, yang identitasnya disamarkan karena pertimbangan hukum, diduga telah terpapar paham radikal dan berencana untuk melakukan aksi bom bunuh diri.
Menurut Kombes Aswin Siregar, juru bicara Densus 88, perjalanan HOK yang rumit ini tampaknya dimulai saat ia bersekolah di sebuah pondok pesantren setara dengan kelas 1 SMA. Aswin mengungkapkan bahwa HOK diketahui sering menjadi korban bully dan ejekan dari teman-temannya, yang sangat mempengaruhinya. Selain itu, Aswin mencatat bahwa HOK juga sering mendapat teguran karena melanggar berbagai aturan di pondok pesantren tersebut.
“Setelah keluar dari pondok pesantren, dia putus sekolah dan mulai bergabung dengan kelompok-kelompok radikal melalui aplikasi Telegram yang beroperasi lintas negara,” ungkap Aswin kepada wartawan di Jakarta pada Selasa, 6 Agustus 2024.
Aswin menjelaskan lebih lanjut bahwa proses radikalisasi HOK pertama kali dipicu oleh konten ekstremis di media sosial. “Dorongan rasa penasaran membuatnya kembali terhubung dengan beberapa grup Telegram yang terkait dengan organisasi-organisasi radikal lintas negara,” kata Aswin. Di dalam grup-grup tersebut, HOK diduga mengakses konten yang mengadvokasi perlawanan terhadap pemerintahan yang tidak menerapkan hukum Islam, video propaganda yang memuja pemimpin ISIS, tutorial pembuatan bahan peledak, serta musik yang memuat propaganda.