“Kita juga melihat bahwa jika APBN kita dianggap stabil dan kredibel, maka pasar akan percaya. Mereka yang memegang surat utang kita yang jatuh tempo, mereka tidak akan mencairkan jika tidak ada instrumen lain. Jadi, mereka biasanya menunggu apakah kami akan meng-issued yang baru dan mereka akan ‘revolve’ saja,” jelas Sri Mulyani.
Dia juga menambahkan, meskipun utang menjadi bagian penting dalam pembiayaan APBN, pemerintah berusaha menjaga agar komposisi utang tetap terkendali dan tidak membebani anggaran negara dalam jangka panjang.
Untuk utang yang jatuh tempo pada tahun 2025, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima UU APBN yang disetujui oleh DPR. Dalam UU tersebut tercatat utang jatuh tempo yang harus segera dikelola, bersama dengan defisit anggaran yang telah disepakati.
“Kami di Kemenkeu sedang menyusun strategi untuk pembiayaannya. Kami juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk menentukan proporsi utang yang akan diterbitkan baik di dalam negeri maupun luar negeri,” jelas Sri Mulyani.