BREAKING NEWS
Rabu, 12 Februari 2025

Aisyiah Tidak Anjurkan Khitan untuk Perempuan

BITV Admin - Rabu, 12 Februari 2025 08:29 WIB
165 view
Aisyiah Tidak Anjurkan Khitan untuk Perempuan
Tri Hastuti Nur Rochimah
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

YOGYAKARTA - Aisyiyah kembali menegaskan pandangannya yang tidak menganjurkan praktik khitan/sunat perempuan. Organisasi perempuan Muhammadiyah ini menilai hal itu sebagai tindakan yang merugikan bagi perempuan.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah dalam momen Peringatan Hari Tanpa Toleransi terhadap Pelukaan dan Pemotongan Genital Perempuan (P2GP), 6 Februari 2025.

Tri Hastuti Nur Rochimah bahkan mengatakan, dunia internasional sudah mengakui sunat perempuan sebagai tindakan yang merugikan bagi perempuan. Pelaksanaan sunat perempuan di tengah masyarakat muslim, menurut Tri, terjadi karena faktor budaya dan banyaknya pemahaman agama yang keliru yang dipercayai oleh masyarakat.

Karena itu, menurut Tri, 'Aisyiyah melakukan berbagai upaya untuk mengedukasi masyarakat agar menghentikan praktik sunat perempuan. Salah satunya adalah dengan menyebarkan pandangan Islam yang tidak menganjurkan praktik sunat perempuan di kalangan tokoh agama dan tokoh masyarakat.

"Tokoh agama dan tokoh masyarakat menjadi salah satu kunci untuk menghentikan praktik ini, karena mereka sangat didengar pendapatnya di masyarakat," ucap Tri.

Selain itu, 'Aisyiyah disebut Tri juga bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk melakukan sosialisasi kepada kader-kader 'Aisyiyah di beberapa provinsi terkait isu sunat perempuan ini. Diharapkan kerjasama ini akan semakin menguatkan peran kader dalam melakukan edukasi di masyarakat.

FATWA TARJIH

Siti Aisyah, Ketua PP 'Aisyiyah yang membidangi Majelis Tabligh dan Ketarjihan menyampaikan bahwa Muhammadiyah sudah menyampaikan Fatwa Tarjih tentang khitan perempuan yang dimuat dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2.

"Bahwa khitan bagi perempuan ini haditsnya lemah. Tidak ada petunjuk dalil yang kuat, maka dikembalikan kepada positif dan negatifnya," terang Aisyah.

Ia melanjutkan, bahwa ditimbang dari dampak negatifnya tidak dapat untuk menganjurkan khitan bagi perempuan apalagi mewajibkannya. Keputusan ini disebut Aisyah telah mempertimbangkan berbagai aspek, baik kesehatan, sosial budaya, maupun bayani.

"Mengingat dalil pelaksanaan khitan bagi perempuan ini tidak begitu jelas dan dengan mudharat yang sangat jelas. Sehingga fatwa ketetapan khitan perempuan adalah tidak dianjurkan atau ghairu masyru," ungkapnya.

BEBERAPA DALIL LEMAH

Aisyah kemudian menjelaskan beberapa dalil yang lemah yang sering dikaitkan untuk melaksanakan praktik sunat perempuan ini.

"Contohnya, Qur'an surat an-Nisa' ayat 125, ayat ini oleh sebagian ulama dijadikan landasan perintah khitan; karena Nabi Ibrahim dikhitan, maka mengikuti millah Ibrahim adalah dengan cara melakukan khitan. Namun para mufasir menjelaskan bahwa millah Ibrahim itu adalah ajaran akidah tauhid, bukan khitan. Sehingga ayat tersebut tidak dapat dijadikan dalil berkhitan," jelasnya.

Begitu juga dalam sebuah hadits dari Ummu Athiyah bahwasanya seorang perempuan akan berkhitan di Madinah. Maka Nabi Saw. berkata: Janganlah berlebihan, karena lebih nikmat (ketika berhubungan seksual) dan lebih dicintai oleh suami. (H.r. Abu Dawud dan al-Baihaqi). "Hadis ini dinilai lemah karena ada seorang perawi yang tidak diketahui asal-usulnya (majhul), yaitu Muhammad ibn Hasan," ucap Aisyah.

TRADISI KHITAN MASIH KUAT

Meskipun demikian, Evi Sovia Inayati, Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan PP 'Aisyiyah menyebut tradisi khitan dan pesta yang mengiringinya masih kuat di beberapa daerah. Kuatnya tradisi ini menurut Evi membutuhkan kerja berbagai unsur masyarakat untuk melakukan strategi perubahan tradisi sunat perempuan dengan upaya mencerdaskan masyarakat.

"Kita bersama perlu melakukan syiar pemahaman tentang Islam berkemajuan yang tidak menganjurkan khitan perempuan, dengan pendekatan bayani, burhai, dan irfani melalui tabligh, ceramah, dan sosialisasi secara intensif dan kontinIu," ucap Evi.

Siti Aisyah menambahkan, untuk mengimbangi kuatnya tradisi pesta khitan perempuan juga perlu diinisiasi tradisi baru, misalnya tasyakuran di saat anak perempuan haid pertama.

"Momen haid pertama seorang anak perempuan adalah simbol mengawali kehidupan di masa baligh, memasuki dunia baru yang menempatkan perempuan sebagai hamba Allah yang memiliki tanggung jawab menunaikan kewajiban keagamaan dan sosial," pungkasnya.*

(as/imu)

Editor
: Redaksi
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru