Salah satu data eksternal yang mempengaruhi adalah prediksi lonjakan angka pengangguran di Amerika Serikat yang akan dirilis pada malam ini. Prediksi ini membuat banyak ekonom di Amerika dan Eropa memandang bahwa Amerika mungkin tengah menghadapi krisis ekonomi. Hal ini kemudian berdampak pada pasar saham global, termasuk saham-saham teknologi yang mengalami penurunan di Amerika dan Eropa.
“Jatuhnya saham-saham teknologi di Amerika dan Eropa berdampak pada pasar saham di Indonesia,” tambah Ibrahim. Ia juga menyoroti ketakutan akan perang yang semakin meluas, terutama konflik terbuka antara Rusia dan NATO serta memanasnya situasi di Timur Tengah. Konflik-konflik ini turut menyumbang tekanan terhadap nilai tukar mata uang di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Meski faktor eksternal mendominasi, Ibrahim mengakui bahwa situasi politik dalam negeri turut mempengaruhi nilai tukar rupiah. “Gonjang-ganjing perpolitikan di dalam negeri membuat situasi menjadi kurang stabil, yang turut berkontribusi pada pelemahan rupiah,” ujarnya.