Prabowo menilai bahwa sistem Pilkada langsung saat ini menghabiskan dana yang sangat besar, baik dari negara maupun tokoh politik masing-masing. “Mari kita berpikir, tanya apa sistem ini, berapa puluhan triliun habis dalam satu atau dua hari,” ujar Prabowo.
Namun, wacana ini mendapat penolakan dari berbagai pihak, termasuk aktivis dan pemerhati pemilu. Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII), M Addi Fauzani, menegaskan bahwa alasan biaya mahal bukanlah dasar yang kuat untuk mengembalikan Pilkada ke DPRD. Menurutnya, baik Pilkada langsung maupun melalui DPRD sama-sama rentan terhadap praktik money politics.
“Alasan efisiensi prosedur atau anggaran sangat lemah. Justru, narasi biaya mahal ini seringkali digunakan oleh politisi untuk mencari cara instan melalui uang demi meraih suara,” ujar Addi.