Peristiwa tragis tersebut bermula pada 22 April lalu, ketika Gilang dan Panji terlibat dalam cekcok di Jalan Asrama, Medan Helvetia, di depan RS Hermina Medan. Keduanya adalah pengatur lalu lintas liar, yang dikenal sebagai “pak Ogah”. Gilang mengaku bahwa seharusnya giliran dia yang melakukan pengaturan, namun Panji tetap terlibat. Perseteruan itu berujung pada pertarungan fisik, di mana Panji mencoba menyerang Gilang dengan pisau. Namun, Gilang berhasil menghindar dan akhirnya menikam Panji dengan gunting tajam, menyebabkan Panji tewas bersimbah darah.
Pengakuan Gilang mengungkapkan bahwa profesi sebagai pengatur lalu lintas liar memberinya penghasilan harian sebesar Rp 300 ribu. Uang tersebut ia gunakan, antara lain, untuk membeli makanan kucing bagi orangtua angkatnya. Namun, konflik yang terjadi dengan abang tirinya mengubah segalanya, dan Gilang kini dihadapkan pada ancaman hukuman penjara 15 tahun.
Kasus ini menyoroti kompleksitas hubungan keluarga dan kehidupan di jalanan yang dihadapi oleh banyak individu di tengah kondisi sosial dan ekonomi yang sulit. Dalam kejadian tragis ini, dua nyawa telah hilang, meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga dan masyarakat setempat.