Selama ini, barang mewah telah dikenakan PPnBM dan juga merupakan objek yang dikenakan PPN. Menurut Prianto, setiap barang yang dikenakan PPnBM juga pasti akan dikenakan PPN, meskipun tidak semua objek PPN menjadi objek PPnBM. “Semua objek PPnBM pasti menjadi objek PPN. Tapi tidak semua objek PPN menjadi objek PPnBM,” jelasnya.
Penentuan barang yang termasuk dalam kategori barang mewah yang dikenakan PPnBM, lanjut Prianto, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK), bukan pada persepsi masyarakat tentang kemewahan barang tersebut. Barang yang dikenakan PPnBM, meskipun dianggap mewah oleh masyarakat, harus sesuai dengan kriteria dalam peraturan yang berlaku.
Senada dengan Prianto, Fajry Akbar, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), mengungkapkan bahwa jika penerapan PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang mewah yang selama ini sudah dikenakan PPnBM, maka dampaknya terhadap penerimaan negara akan sangat kecil. “Jika kenaikan hanya pada objek yang selama ini kena PPnBM maka kenaikannya dilakukan secara sempit. Salah satu konsekuensinya adalah potensi penerimaan yang semakin kecil,” ujar Fajry.