Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung
Solo, Jawa Tengah – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, Rahmat Bagja, mengungkapkan bahwa hingga saat ini terdapat 55 kasus dugaan pelanggaran netralitas oleh Kepala Desa (Kades) yang tengah ditangani oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah dan kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Mengingat pentingnya menjaga integritas Pilkada 2024, Bawaslu Jateng pun menggelar sosialisasi pengawasan partisipatif dengan melibatkan berbagai stakeholder, termasuk para Kepala Desa. Kegiatan ini digelar di Hotel Alila, Solo, pada Sabtu (9/11/2024), dengan tujuan untuk mencegah semakin banyaknya pelanggaran yang melibatkan Kades dalam proses pemilihan kepala daerah.
Rahmat Bagja menegaskan bahwa isu netralitas Kades memang semakin mencuat di Jawa Tengah, salah satu provinsi dengan tingkat persaingan tinggi dalam Pilkada 2024. “Ada isu netralitas Kades yang menguat di Jateng, yang saat ini telah ditangani oleh Bawaslu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Hingga saat ini ada 55 kasus yang kami tangani terkait dugaan pelanggaran netralitas Kades. Kami harap sosialisasi ini dapat membantu mitigasi terhadap pelanggaran yang lebih luas,” ujarnya.
Baca Juga:
Rahmat menambahkan bahwa dari 55 kasus tersebut, 37 kasus sudah dilanjutkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk ditindaklanjuti. Sebagian besar kasus ini melibatkan dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh Kades yang terlibat aktif dalam kampanye atau mendukung salah satu pasangan calon (paslon). Bawaslu Jateng sudah mengirimkan rekomendasi untuk penindakan hukum lebih lanjut kepada Kemendagri.
Baca Juga:
“Sebanyak 37 kasus sudah diteruskan ke Kemendagri dan sudah ada rekomendasi yang dikeluarkan. Sementara sisanya masih dalam proses pemeriksaan dan ada beberapa kasus yang dihentikan karena tidak cukup bukti,” jelas Rahmat.
Pilgub Jawa Tengah 2024, yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon (paslon), juga menjadi sorotan. Menurut Rahmat Bagja, daerah dengan dua paslon berpotensi menimbulkan suasana yang sangat kompetitif, yang seringkali melibatkan mobilisasi kekuatan dari berbagai pihak, termasuk Kepala Desa. Situasi ini tentu dapat memicu pelanggaran netralitas, yang berpotensi merugikan kelancaran pemilu.
“Kami harus mewaspadai daerah-daerah dengan dua paslon, karena situasinya akan sangat kompetitif. Apalagi jika ada tokoh-tokoh seperti mantan polisi atau tentara yang terlibat, kompetisinya bisa semakin intens. Namun, di bilik suara hasilnya belum tentu seperti yang terlihat dalam kampanye,” ujar Rahmat.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengingatkan bahwa adanya sanksi tegas bagi para Kades atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terbukti melanggar netralitas dalam Pilkada. Bima menyebutkan bahwa sanksi administratif, mulai dari teguran hingga pemberhentian, dapat dikenakan bagi yang terbukti terlibat dalam pelanggaran. Meski demikian, Bima menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada sanksi berat yang dijatuhkan karena masih banyak temuan pelanggaran yang bersifat samar dan membutuhkan pembuktian lebih lanjut.
“Belum ada temuan pelanggaran berat. Sanksi yang diberikan sejauh ini baru sebatas teguran administratif. Kami masih menunggu pembuktian lebih lanjut, karena untuk menilai pelanggaran netralitas ini membutuhkan bukti yang kuat,” kata Bima Arya.
Pelanggaran netralitas Kades dalam Pilkada bukan hal yang baru, namun menjadi lebih krusial seiring dengan semakin tingginya partisipasi politik dan intensitas kampanye di daerah. Kades, sebagai aparatur yang dekat dengan masyarakat, memiliki pengaruh yang besar dalam proses pemilihan. Oleh karena itu, menjaga netralitas mereka adalah hal yang sangat penting untuk memastikan Pilkada berjalan adil dan transparan.
Bawaslu Jateng bersama dengan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait terus berupaya mencegah adanya pelanggaran netralitas Kades yang dapat merusak integritas pemilu. Melalui sosialisasi dan pengawasan yang ketat, diharapkan pelaksanaan Pilkada 2024 di Jawa Tengah dapat berlangsung dengan lancar dan tanpa ada gangguan dari praktik-praktik politik yang merugikan.
(JOHANSIRAIT)
Tags
beritaTerkait
komentar