Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung
Medan – Permintaan data perolehan suara Pilkada Serentak 27 November 2024 oleh pihak Kejaksaan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memicu kekhawatiran serius terhadap independensi institusi hukum di Indonesia. Langkah ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran prinsip netralitas yang menjadi fondasi utama demokrasi.
Sekjen Relawan Blok Sumut (RBS), Riki Irawan SH, MH, dengan tegas mengecam tindakan tersebut. Menurutnya, permintaan itu bukan hanya tidak relevan dengan tugas dan fungsi kejaksaan, tetapi juga menimbulkan kecurigaan akan potensi keberpihakan terhadap pasangan calon tertentu.
“Kejaksaan tidak memiliki kewenangan untuk meminta data perolehan suara dari KPPS. Tindakan ini mencederai prinsip netralitas yang seharusnya dijaga oleh lembaga hukum. Kejaksaan adalah pengacara negara, bukan pengacara calon kepala daerah,” ujar Riki Irawan dalam keterangannya kepada wartawan di Medan, Minggu (24/11/2024).
Baca Juga:
Keanehan Permintaan Data
Riki juga mengungkapkan kejanggalan dalam pola permintaan data yang dilakukan kejaksaan. Permintaan tersebut hanya menyasar daerah-daerah dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) besar seperti Kota Medan, Deliserdang, Sergai, Asahan, dan Langkat, sementara daerah dengan DPT kecil tidak diminta.
Baca Juga:
“Ada keanehan di sini. Mengapa hanya daerah dengan DPT besar yang diminta? Apakah ini kebetulan, atau ada motif lain di baliknya?” tegas Riki.
Yang lebih mencurigakan, lanjutnya, adalah keberadaan link khusus yang dibuat kejaksaan untuk mengunggah data hasil perolehan suara: https://election.kejaksaanri.id/tps-data-entry. Surat resmi yang dikirim kejaksaan kepada KPPS se-Sumatera Utara bahkan mencantumkan link tersebut dengan tanda tangan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri setempat.
Netralitas Kejaksaan Dipertanyakan?
Dalam kasus ini, Riki mempertanyakan perintah yang mendasari tindakan Kejaksaan Negeri, khususnya di Deliserdang, di mana surat tersebut ditandatangani oleh Kasi Intelijen Boy Amali. Ia juga menduga bahwa hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan atau arahan langsung dari Jaksa Agung.
“Apakah mungkin Jaksa Agung St. Burhanuddin yang memerintahkan? Jika tidak, maka ini adalah pelanggaran serius yang harus diusut,” ujarnya.
Integritas Demokrasi di Ujung Tanduk
Tindakan ini menjadi preseden buruk bagi penyelenggaraan demokrasi di Indonesia. Kejaksaan, sebagai lembaga hukum yang seharusnya netral dan berfungsi menjaga supremasi hukum, justru dituduh terlibat dalam aktivitas yang tidak relevan dengan tugasnya.
Blok Sumut meminta pihak kejaksaan segera menghentikan segala upaya yang dapat mengganggu integritas proses pemilu. “Kami mengingatkan kejaksaan untuk tidak mencampuri urusan kerja KPPS. Jangan sampai tindakan ini mencoreng nama baik kejaksaan di mata publik,” tutup Riki Irawan.
Catatan Penting untuk Publik
Masyarakat perlu waspada terhadap upaya-upaya yang berpotensi merusak proses demokrasi yang jujur dan adil. Netralitas institusi negara adalah syarat mutlak untuk memastikan suara rakyat dihormati tanpa intervensi pihak manapun, termasuk kejaksaan.
Apakah kejaksaan sedang bermain api dalam pesta demokrasi? Waktu yang akan menjawab.
(RED)
beritaTerkait
komentar