Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung
BITVONLINE.COM -Praktik serangan fajar atau politik uang terus menjadi ancaman serius dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. Tidak hanya mencederai integritas demokrasi, serangan fajar juga membawa risiko hukum yang berat bagi pelaku dan penerima. Meskipun sering diperingatkan, praktik ini masih terjadi, terutama di daerah dengan kesadaran hukum yang rendah.
Serangan fajar adalah praktik pemberian uang atau barang kepada pemilih menjelang hari pemungutan suara, untuk memengaruhi pilihan mereka. Biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum TPS dibuka, sehingga dikenal dengan istilah “serangan fajar”. Bentuk politik uang ini tidak hanya terbatas pada uang tunai, tetapi juga bisa berupa sembako, voucher pulsa, bahan bakar, hingga barang lain yang memiliki nilai ekonomi.
Menurut Pasal 30 ayat (2) dan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018, segala bentuk imbalan yang diberikan untuk memengaruhi pilihan politik seseorang adalah pelanggaran hukum yang serius. Meskipun banyak yang menganggapnya sebagai hal kecil, serangan fajar merusak prinsip dasar pemilu yang seharusnya dilaksanakan secara jujur dan adil.
Baca Juga:
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberikan sanksi tegas bagi pelaku politik uang. Baik pemberi maupun penerima serangan fajar dapat dikenai pidana penjara dan denda yang besar.
Pemberi politik uang dapat dijatuhi hukuman penjara selama 36 hingga 72 bulan, serta denda mulai dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Sedangkan penerima serangan fajar juga tidak luput dari ancaman pidana, sesuai dengan Pasal 515 dan Pasal 523 Ayat (3) UU Pemilu. Bahkan, dalam masa tenang sebelum pemungutan suara, pelaku politik uang dapat dijerat pidana penjara hingga empat tahun dan denda maksimal Rp48 juta.
Baca Juga:
Serangan fajar merusak integritas demokrasi karena mengubah pemilihan umum yang seharusnya berdasarkan kompetensi dan integritas calon pemimpin menjadi transaksi ekonomi. Pemilih yang tergoda dengan imbalan uang atau barang cenderung memilih tanpa mempertimbangkan kualitas calon yang lebih layak memimpin.
Akibatnya, pemimpin yang terpilih melalui praktik ini sering kali lebih fokus pada “mengembalikan modal” kampanye ketimbang melayani rakyat, menciptakan pola pemerintahan yang korup dan tidak transparan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menegaskan bahwa serangan fajar adalah tindakan yang haram. Pemilihan pemimpin harus didasarkan pada integritas dan amanah, bukan karena uang atau barang.
Pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saja tidak cukup untuk memberantas serangan fajar. Masyarakat berperan penting sebagai garda terdepan dalam mencegah praktik politik uang. Dengan meningkatkan kesadaran hukum dan menolak segala bentuk imbalan, masyarakat dapat turut membantu menciptakan pemilu yang bersih.
Masyarakat juga harus lebih kritis terhadap iming-iming pemberian dari pihak-pihak tertentu. Melaporkan dugaan praktik politik uang kepada Bawaslu atau pihak berwenang menjadi langkah yang sangat penting untuk menindak pelaku.
Bawaslu memiliki wewenang untuk menindak pelaku serangan fajar, dengan melakukan patroli intensif selama masa tenang hingga hari pemungutan suara. Selain itu, pelaporan dari masyarakat akan segera ditindaklanjuti melalui proses investigasi. Jika terbukti, pelaku akan diproses sesuai dengan regulasi yang berlaku. Bawaslu juga bekerja sama dengan kepolisian untuk memastikan proses hukum berjalan dengan transparansi yang maksimal.
Penyelenggara pemilu dan pemerintah daerah terus melakukan sosialisasi mengenai dampak negatif politik uang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Harapannya, Pilkada 2024 dapat menjadi momentum penting dalam menegakkan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas.
(N/014)
beritaTerkait
komentar