Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung
JAKARTA – Sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) semakin memanas dengan kontroversi seputar permintaan audit forensik terhadap Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang diajukan oleh tim hukum kubu Anies-Cak Imin. Permintaan tersebut ditolak oleh ahli dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Marsudi Wahyu Kisworo, yang menyatakan bahwa audit forensik belum diperlukan karena belum ada bukti tindak pidana di Sirekap.
Dalam sidang tersebut, Bambang Widjojanto dari tim hukum nasional (THN) AMIN menyoroti ribuan laporan selisih suara di Sirekap dan hasil yang menjadi perhatian utama. Menurutnya, adanya selisih suara yang signifikan memicu pertanyaan tentang kemungkinan terjadinya kecurangan dalam proses pemilihan. Ia juga menyoroti jumlah pemilih di TPS yang melebihi Daftar Pemilih Tetap (DPT), yang menurutnya menjadi indikasi potensial adanya kecurangan.
Namun, Marsudi Wahyu Kisworo menegaskan bahwa fraud hanya terjadi jika ada niat buruk (mens rea). Ia menjelaskan bahwa Sirekap merupakan sebuah perangkat lunak yang dikendalikan oleh sistem aplikasi, bukan oleh individu yang memiliki niat buruk. Dalam pandangannya, belum ada bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa ada tindak pidana di balik penggunaan Sirekap.
Baca Juga:
“Apakah cukup untuk audit forensik? Saya berpendapat belum, karena belum ada terjadi tindak pidana di sana. Kecuali bisa dibuktikan ada tindak pidana atau fraud, maka bisa dilakukan audit forensik,” ujar Marsudi 3 April 2024 .
Kontroversi ini menambah kompleksitas sidang sengketa Pilpres di MK, dengan kubu Anies-Cak Imin yang menekankan pentingnya audit forensik sebagai langkah untuk memastikan integritas dan keabsahan proses pemilihan. Namun, penolakan dari ahli KPU menunjukkan bahwa masih terdapat perbedaan pandangan yang signifikan terkait dengan langkah yang harus diambil dalam menangani dugaan kecurangan pemilu.
Baca Juga:
Hingga saat ini, sidang sengketa Pilpres di MK terus berlanjut dengan berbagai argumen dan bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak, sementara publik menunggu putusan akhir dari Mahkamah Konstitusi.
(K/09)
beritaTerkait
komentar