INDEKS Persepsi Korupsi –IPK- Indonesia tahun 2024 memang mengalami peningkatan tipis dari skor 34 menjadi 37 dari 100. Namun, kenyataan di lapangan kembali menampar harapan publik.
Kinerja anggota DPR RI periode 2019–2024 tak lepas dari bayang-bayang tindak pidana korupsi. Tiga orang di antaranya telah resmi menjadi pesakitan hukum:
1. Ismail Thomas – mantan anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, divonis 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus pemalsuan dokumen perizinan pertambangan PT Sendawar Jaya. Ia didakwa Jaksa Kejaksaan Agung dan disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, 1 November 2023.
2. Ujang Iskandar – eks anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu –PAW- dari Fraksi NasDem. Menggantikan Ary Egahni yang juga terseret kasus korupsi. Ujang terseret kasus dugaan penyimpangan dana penyertaan modal dari Pemkab Kotawaringin Barat kepada Perusda Perkebunan Agrotama Mandiri tahun 2009. Kasus ini ditangani Kejati Kalimantan Tengah.
3. Ary Egahni – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 28 Maret 2023. Ia diduga menerima suap bersama suaminya, Ben Brahim S Bahat, dengan modus pemotongan gaji ASN dengan dalih membayar utang fiktif.
Deretan Nama Lain yang Mulai Terseret
Meski belum semua ditetapkan sebagai tersangka, sejumlah nama anggota DPR turut mencuat dalam berbagai kasus dugaan korupsi:
Awang Faroek Ishak -Fraksi NasDem, Komisi II DPR RI. Rumah mantan Gubernur Kaltim ini digeledah KPK pada 24 September 2024. Diduga terkait korupsi di lingkungan Pemprov Kaltim. Tiga tersangka telah ditetapkan, namun KPK belum merinci identitasnya.
Sudewo -Fraksi Gerindra, Komisi V DPR RI. Ini terkait kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa DJKA Kemenhub. KPK menyita Rp3 miliar, meski Sudewo membantah menerima uang saat bersaksi di pengadilan dalam perkara pembangunan jalur KA Solo Balapan–Kalioso.
Sadarestuwati -Fraksi PDI-P - Diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus yang menjerat Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto, terkait proyek DJKA.
Herman Hery -Fraksi PDI-P, Komisi VII - terseret dalam penyelidikan dugaan korupsi bantuan sosial presiden untuk wilayah Jabodetabek. KPK telah menggeledah rumahnya dan menyita sejumlah dokumen.
Lucius Karus: DPR Tak Pernah Jauh dari Korupsi
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia –Formappi-, Lucius Karus, menilai penurunan jumlah anggota DPR yang terjerat kasus korupsi pada periode ini bukanlah tanda perbaikan. "Itu bukan karena DPR makin bersih, tapi karena penegakan hukumnya yang makin lemah," ujarnya tajam.
Lucius mengkritik lemahnya KPK yang kini tak lagi galak terhadap politisi Senayan. Ia bahkan menyebut bahwa banyak kasus yang mandek, seperti skandal BTS 4G, bansos Covid-19, hingga kasus di Kementerian Pertanian yang menyeret Syahrul Yasin Limpo.
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, menyebut sistem politik Indonesia rusak sejak hulu. "Caleg harus bertarung dengan rekan separtainya sendiri. Akhirnya, semua pakai uang untuk menang," katanya. Dan uang yang keluar saat kampanye, menurutnya, 'dipanen' kembali saat menjabat. Korupsi pun jadi jalan pintas.
Korupsi di BUMN, Nilainya Tak Main-main
Bukan cuma DPR, wajah perusahaan pelat merah juga tak kalah kelam. Berikut daftar skandal raksasa yang menyeret nama-nama besar:
1. PT Timah Tbk
Kasus: Dugaan korupsi tata niaga timah 2015–2022
Tersangka: Harvey Moeis -suami artis Sandra Dewi- Helena Lim
Modus: Legalitas tambang ilegal lewat program mitra jasa dan mark-up biaya alat berat.
2. Pertamina -2018–2023
Kasus: Korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang
Tersangka: Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Agus Purwono, dan beberapa dari swasta.
Kerugian negara: Rp193,7 triliun
Modus: Manipulasi produksi, mark-up harga, serta transaksi minyak berkualitas rendah.
3. Asabri
Kasus: Korupsi dana pensiun TNI-Polri
Kerugian negara: Rp22,78 triliun
Tersangka: Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan 6 lainnya.
4. Jiwasraya
Kasus: Korupsi dana investasi
Kerugian negara: Rp16,8 triliun
Tersangka: Benny Tjokro dan rekan-rekan.
5. Garuda Indonesia
Kasus: Pengadaan pesawat Bombardier dan ATR
Kerugian negara: Rp8,8 triliun
Modus: Pembelian pesawat tidak sesuai kebutuhan dan mark-up harga.
Kesimpulan: KPK Melempem, Hukum Jadi Alat Politik
Kondisi pemberantasan korupsi kian suram. KPK kini dianggap kehilangan taring, dan hukum diperalat demi kepentingan politik. Sementara sistem politik tak kunjung dibenahi, rakyat harus menonton elite terus berpesta di atas kerugian negara ratusan triliun.
IPK Indonesia boleh naik, tapi praktik korupsi masih nyata, sistemik, dan terstruktur. Reformasi birokrasi dan politik tampak seperti ilusi—dan penegakan hukum seperti panggung sandiwara.*