BREAKING NEWS
Minggu, 30 Maret 2025

Negara Paling Religius Mengapa Korupsi Menggurita?

Redaksi - Kamis, 27 Maret 2025 07:30 WIB
107 view
Negara Paling Religius Mengapa Korupsi Menggurita?
Ilustrasi.
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh:Biyanto

MAJALAH Ceoworld pernah merilis hasil survei mengenai negara-negara paling religius di dunia pada 2024. Survei bertajuk World's Most Religious Countries itu melibatkan 148 negara. Hasilnya, Indonesia dinobatkan sebagai negara ketujuh paling religius di dunia. Di antara negara-negara G-20, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang masuk 40 negara paling religius di dunia. Di posisi paling atas ditempati Somalia. Disusul Nigeria, Bangladesh, Ethiopia, Yaman, dan Malawi.

Sebelumnya, lembaga Pew Research Center juga melakukan survei tentang pentingnya agama dalam kehidupan. Dalam survei yang melibatkan 102 negara itu, Indonesia bahkan menempati posisi teratas sebagai negara paling religius pada 2023. Survei itu juga menempatkan negara-negara di sub-Sahara Afrika, Amerika Latin, dan wilayah Timur Tengah-Afrika Utara, sebagai negara paling religius. Sementara itu, negara-negara yang paling tidak religius berada di Eropa dan Asia Timur.

Baca Juga:

Kita tentu berbahagia dengan rilis hasil survei dua lembaga kredibel berkelas dunia tersebut. Sayangnya, di tengah kebahagiaan itu muncul beberapa pertanyaan bernada keraguan. Di antara pertanyaan yang mengemuka ialah mengapa di negara yang paling religius itu kasus-kasus korupsi dengan berbagai ekspresinya justru menggurita? Padahal, sebagai negara paling religius seharusnya kasus korupsi semakin tergerus. Faktanya, koruptor dengan berbagai latar belakang sosial seolah tiada jera melakukan korupsi.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat menjelaskan dengan merujuk pandangan Mochtar Lubis dalam Manusia Indonesia (1977). Buku itu awalnya merupakan pidato kebudayaan Mochtar Lubis di Taman Ismal Marzuki pada 6 April 1977. Mochtar Lubis menjelaskan enam sifat manusia Indonesia, yakni munafik, enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya, bersifat dan berperilaku feodal, percaya takhayul, artistik atau berbakat seni, dan lemah watak atau karakternya.

Baca Juga:

Meski memicu pro dan kontra, Mochtar Lubis sejatinya ingin mengungkapkan betapa sering masyarakat Indonesia menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai moral meski mengaku taat beragama. Budaya munafik atau hipokrit menjadikan manusia Indonesia dapat melakukan perbuatan yang paradoks: baik dan buruk sekaligus. Seseorang mengaku religius, tetapi pada saat bersamaan melakukan suap-menyuap dan korupsi.

Pada bagian lain, Mochtar Lubis juga mengingatkan ekspresi korupsi telah mewujud dalam banyak budaya. Dalam Bunga Rampai Korupsi (1988) dikatakan, korupsi telah bermetamorfosis dalam banyak wajah (multifaces). Ekspresi korupsi dapat berbentuk tindakan menerima uang sogokan, uang kopi, uang lelah, uang rokok, salam tempel, uang semir, dan uang pelancar atau pelumas.

Untuk mengelabui hukum, pemberian imbalan biasanya tidak langsung diberikan kepada pejabat resmi, tetapi melalui isteri, anak, menantu, kerabat, dan teman dekatnya. Kondisi itu menjadikan korupsi semakin membudaya sekaligus menggerogoti tiang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan menggunakan perspektif Mochtar Lubis, kita dapat menjelaskan realitas perilaku pejabat publik yang sudah menikmati begitu banyak fasilitas negara, tetapi masih korupsi. Mereka ialah tipologi manusia yang senantiasa ingin memuaskan keinginan. Padahal, yang namanya keinginan pasti tidak pernah berakhir. Keinginan itu laksana orang ingin menghilangkan rasa haus dengan minum air laut. Semakin banyak air laut diminum maka akan semakin haus.

Sebagai pengingat, kita dapat merenungkan sabda Nabi Muhammad SAW. Nabi bersabda bahwa jika seseorang sudah memiliki satu lembah berisi emas, ia pasti akan mencari lembah kedua. Jika lembah kedua yang berisi emas telah diperoleh, ia pun pasti mencari lembah ketiga. Begitu seterusnya tabiat manusia. Manusia tidak akan pernah merasa puas kecuali setelah mulutnya disumpal dengan tanah alias mati (HR Bukhari). Hadis itu mengingatkan bahwa jika yang dicari manusia ialah kepuasan, pasti tidak ada ujungnya.

Untuk meminimalkan kasus korupsi, setiap pesohor negeri penting diingatkan bahwa kekuasaan itu amanah yang harus dijaga dengan baik. Ditegaskan dalam Al-Qur'an bahwa kekuasaan merupakan titipan Allah SWT. Dialah pemilik kekuasaan yang sejati. Dia berkuasa untuk memberikan kekuasaan dan kehormatan kepada orang yang dikehendaki. Sebaliknya, Dia juga berkuasa mencabut kekuasaan dari seseorang dan menjadikannya terhina (QS Ali 'Imran: 26).

Kalam Ilahi itu jelas menjadi hukum yang ditetapkan Tuhan. Hukum itulah yang sedang terjadi pada diri pejabat publik dan pesohor negeri yang terseret dalam kasus korupsi. Mereka yang tadinya berkuasa dan terhormat kemudian kehilangan semuanya. Bukan hanya kekuasaan yang pergi, dia juga harus menerima kenyataan menjadi orang yang terhinakan. Semua itu harus dipahami sebagai hukum yang tak terelakkan jika seorang pemimpin atau pejabat tidak menjaga amanah.

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
beritaTerkait
Sekda Tapsel Diduga Lakukan Pungutan Kesejumlah OPD
Tunggakan Jaspel Telah Selesai Namun Gemma Peta Indonesia Tetap Mengawal Kasus Dugaan Korupsi Dana Kapitasi di UPT Puskesmas Sayurmatinggi
Gubernur Sumut Bobby Nasution Respons Penetapan Dua Kadis sebagai Tersangka Kasus Korupsi
Ratusan Massa Gelar Aksi Demo di Kantor Kejaksaan Negeri Empat Lawang Tuntut Penyelesaian Kasus Korupsi
Majelis Hakim Bebaskan Dua Terdakwa Kasus Korupsi Rp 17 Miliar di Bank BNI Cabang Medan
Ilyas Sitorus Tersangka Korupsi Rp 1,8 Miliar, Dua Kali Mangkir dari Panggilan Jaksa
komentar
beritaTerbaru