JAKARTA – Riset terbaru yang dirilis oleh Mercer Indonesia memperkirakan gaji rata-rata pekerja di Indonesia akan mengalami kenaikan sebesar 6,3 persen pada 2025. Temuan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di World Trade Center Jakarta pada Rabu (11/12/2024). Meskipun tantangan makroekonomi masih ada, hasil survei menunjukkan bahwa hampir seluruh perusahaan yang disurvei berencana memberikan kenaikan gaji kepada karyawan mereka pada tahun depan.
Associate Director Mercer Indonesia, Yosef Budiman, menjelaskan bahwa survei ini mencakup 4.606 jabatan pekerjaan di 585 perusahaan yang tersebar di Indonesia. Berdasarkan temuan tersebut, sektor-sektor tertentu diprediksi akan memberikan kenaikan gaji lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Industri konsumer (barang konsumsi) dan pertambangan, misalnya, optimistis akan memberikan kenaikan gaji lebih besar pada 2025. Industri barang konsumen diperkirakan memberikan kenaikan gaji sebesar 6,7 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan 2024 yang tercatat 6,2 persen. Sementara itu, industri pertambangan dan jasa pertambangan memperkirakan kenaikan gaji sebesar 5,8 persen, naik dari 5,2 persen pada tahun 2024.
“Industri seperti barang konsumen dan pertambangan menunjukkan keyakinan yang lebih besar terhadap kinerja keuangan mereka secara keseluruhan di tahun depan dibandingkan dengan tahun ini,” ujar Yosef.Berbeda dengan industri konsumer dan pertambangan, sektor teknologi tinggi (high-tech) diperkirakan akan mengalami kenaikan gaji yang lebih rendah pada 2025. Mercer memproyeksikan industri ini hanya memberikan kenaikan gaji sebesar 5,9 persen pada 2025, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 6,0 persen dan tahun 2023 yang tercatat 6,2 persen.Yosef menjelaskan bahwa industri teknologi tinggi cenderung lebih berhati-hati dalam meningkatkan biaya tetap karyawan, meskipun sektor ini sedang mengalami pertumbuhan yang pesat. “Industri high-tech lebih selektif dalam memutuskan kenaikan gaji karena mereka menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang mempengaruhi kebijakan biaya mereka,” ungkapnya.
(JOHANISRAIT)