Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung
JAKARTA -Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang merupakan revisi dari UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI telah resmi menjadi undang-undang.
Namun, keputusan ini memicu kekhawatiran di kalangan sejumlah elemen masyarakat terkait kemungkinan kembalinya praktik dwifungsi TNI, sebuah konsep yang sebelumnya berlaku pada masa Orde Baru.
Dwifungsi TNI adalah sebuah konsep yang memberikan peran ganda bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI), yakni sebagai penjaga keamanan negara dan sebagai bagian yang memegang kekuasaan dalam pengaturan negara, termasuk dalam ranah politik dan pemerintahan.
Baca Juga:
Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh Jenderal AH Nasution pada 1960-an dan kemudian disahkan oleh Presiden Soeharto pada 1982 melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia.
Pada masa Orde Baru, dwifungsi TNI memungkinkan banyak perwira aktif TNI menduduki posisi penting di pemerintahan, bahkan di lembaga legislatif seperti DPR dan MPR.
Baca Juga:
Praktik ini membawa TNI untuk ikut campur dalam banyak aspek kehidupan politik, yang mengakibatkan dominasi militer dalam proses pengambilan keputusan dan membatasi ruang bagi partisipasi sipil.
Namun, setelah Reformasi 1998 dan jatuhnya pemerintahan Soeharto, dwifungsi TNI mulai dipertanyakan dan dihapuskan secara bertahap.
Pada 2004, fraksi TNI/Polri dibubarkan di DPR, menandai berakhirnya praktik dwifungsi dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Kini, dengan disahkannya RUU TNI, beberapa pasal dalam undang-undang tersebut kembali memunculkan kekhawatiran bahwa peran aktif militer dalam politik bisa kembali terjadi.
Salah satunya adalah kemungkinan bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan di lembaga-lembaga sipil, yang berpotensi mengaburkan batasan antara sektor militer dan sipil, serta membahayakan prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan selama era reformasi.
Penolakan keras terhadap pengesahan RUU TNI datang dari berbagai pihak, termasuk aktivis hak asasi manusia dan organisasi masyarakat sipil yang menilai bahwa RUU tersebut berpotensi menghidupkan kembali dominasi militer dalam politik dan pemerintahan.
Banyak pihak yang khawatir bahwa dengan kembalinya praktik dwifungsi, independensi dan supremasi sipil dapat terancam.
Tags
beritaTerkait
komentar