Mantan bankir tersebut juga menyinggung bahwa sebaran alat kateterisasi jantung di Indonesia masih belum memadai. Saat awal menjabat, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, hanya 44 yang menyediakan layanan tersebut. Ini menunjukkan betapa masih rendahnya akses masyarakat terhadap penanganan medis kritis seperti kateterisasi jantung.
“Berapa kabupaten/kota yang belum punya ternyata dijawab oleh para ahli-ahli senior, salah Bapak nanyanya salah, ‘Berapa kabupaten/kota yang sudah punya?’ Dari 514, Bapak Ibu, hanya 44, kurang dari 10 persen,” terang Budi.
Menurut Budi, kondisi ini sangat memprihatinkan. Ia memberikan contoh bahwa jika seseorang terkena serangan jantung atau stroke di Ambon, harapan satu-satunya adalah membawa pasien ke Makassar atau Manado dengan harapan masih hidup saat tiba di rumah sakit yang memiliki fasilitas kateterisasi jantung.
“Jadi, jika Bapak/Ibu punya saudara yang terkena stroke atau jantung di Ambon, yang bisa dilakukan dokternya adalah berdoa supaya ketika dibawa ke Makassar atau Manado, masih hidup untuk bisa dilakukan intervensi,” tambahnya.
Budi juga menjelaskan bahwa pemerintah tengah berupaya memperbaiki akses layanan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu upayanya adalah memastikan bahwa semua kabupaten/kota memiliki fasilitas kateterisasi jantung yang memadai. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi kasus seperti yang menimpa Zhang Zhi Jie, di mana penanganan medis yang terlambat berujung pada kehilangan nyawa.