Para pejabat mengungkapkan bahwa Sheikh Hasina pada awalnya ingin membuka dua opsi: melawan dengan kekerasan hingga akhir atau mencari cara untuk meninggalkan negara. Para pemimpin militer, yang sudah menyadari bahwa situasi di luar kendali, mulai menunjukkan ketidaksetujuan mereka. Pada hari Minggu pagi, mereka memberi tahu Hasina bahwa tentara tidak bisa menembaki warga sipil, meskipun mereka bisa memberikan dukungan keamanan kepada polisi.
Kepala polisi senior juga mengeluh tentang kekurangan amunisi dan kelelahan petugas. Brigadir Jenderal pensiunan M. Sakhawat Hussain menyatakan bahwa polisi kehabisan amunisi dan terpaksa bekerja dalam kondisi yang sangat menekan. Meski demikian, Sheikh Hasina tetap keras kepala dan menolak untuk mendengarkan nasihat tersebut. Ia bahkan menyebut para pengunjuk rasa sebagai “teroris” dan mengimbau rakyat untuk melawan mereka yang dianggapnya sebagai “pembakar”.
Tekanan terus meningkat, dan pada pagi hari Senin, 5 Agustus 2024, Sheikh Hasina akhirnya memutuskan untuk menghubungi pejabat pemerintah di Delhi untuk meminta perlindungan. India, sebagai sekutu setia sepanjang karier politiknya, menyarankan agar Hasina meninggalkan negara tersebut. Sebelumnya, Washington juga dilaporkan memberi tahu pejabat India bahwa waktu Hasina telah habis dan semua pilihan telah usai.
Sheikh Hasina akhirnya setuju untuk menandatangani dokumen pengunduran diri. Proses ini dilakukan dengan sangat rahasia, melibatkan Pasukan Keamanan Khusus, Resimen Pengawal Presiden, dan beberapa perwira militer senior. Keputusan untuk menggunakan helikopter militer sebagai sarana evakuasi menambah kerahasiaan operasional. Semua dilakukan secara sembunyi-sembunyi untuk memastikan keselamatan Hasina.