Meskipun demikian, pencalonan Gibran sebagai cawapres telah menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagai putra Presiden Jokowi, langkah Gibran untuk maju dalam Pilpres dianggap kontroversial, terlebih dengan adanya keputusan MK yang dinilai menguntungkan dirinya secara tidak adil.
Kontroversi Putusan MK
Keputusan MK yang digunakan oleh KPU untuk meloloskan Gibran memang menjadi sorotan, terutama setelah Majelis Kehormatan MK menyatakan bahwa terdapat pelanggaran etik dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Keputusan ini mencuatkan pertanyaan mengenai integritas lembaga negara dalam menjaga netralitas dan keadilan selama proses pemilu.
Majelis Kehormatan MK menemukan adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh sejumlah hakim konstitusi yang terlibat dalam pengambilan putusan terkait syarat pencalonan Gibran. Putusan tersebut memungkinkan Gibran untuk mencalonkan diri meski sebelumnya terdapat aturan yang menghalangi, seperti batas usia minimal bagi calon wakil presiden.
PDIP menilai bahwa keputusan tersebut telah merusak kredibilitas proses pemilu dan memicu ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilihan umum yang seharusnya adil dan transparan. PDIP berharap gugatan yang dilayangkan ke PTUN ini dapat mengoreksi tindakan KPU dan mengembalikan keadilan dalam proses pemilu.
Menanti Putusan PTUN
Gugatan PDIP terhadap KPU di PTUN ini menjadi salah satu perkara yang paling dinanti-nantikan, mengingat dampaknya terhadap hasil Pilpres 2024. Jika PTUN memutuskan untuk membatalkan keputusan KPU, maka status Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto dapat terancam.
Namun, hingga saat ini, KPU tetap bertahan dengan keputusan mereka dan menyatakan bahwa proses yang dilakukan telah sesuai dengan peraturan yang ada. KPU menyatakan bahwa mereka hanya menjalankan tugas sesuai dengan putusan MK dan tidak memiliki wewenang untuk mengabaikan keputusan tersebut.
Di sisi lain, para pengamat politik menyatakan bahwa kasus ini menunjukkan betapa pentingnya integritas lembaga pemilu dan badan peradilan dalam menjaga proses demokrasi. Banyak pihak yang khawatir bahwa ketidakjelasan aturan dan campur tangan politik dapat merusak demokrasi di Indonesia.
Respons Beragam dari Masyarakat
Kasus ini juga memicu respons beragam dari masyarakat. Di satu sisi, ada yang mendukung langkah PDIP untuk menggugat KPU, dengan alasan bahwa proses pemilu harus berjalan sesuai dengan aturan yang ada dan tidak boleh ada intervensi yang melanggar hukum. Di sisi lain, ada juga yang menilai bahwa pencalonan Gibran sebagai cawapres adalah hal yang wajar mengingat pengalamannya sebagai Wali Kota Solo dan popularitasnya di kalangan masyarakat.