Dari temuan awal, KPAI mengidentifikasi bahwa sebagian besar pelajar yang terlibat dalam aksi tersebut dimobilisasi melalui grup WhatsApp. “Ada banyak laporan mengenai pelajar yang dipanggil melalui grup-grup ini oleh teman-teman sesama pelajar atau bahkan alumni sekolah mereka,” jelas Slyvana. Menurutnya, beberapa alumni sekolah tertentu secara langsung menggerakkan adik-adik mereka untuk ikut dalam aksi tersebut.
Selain itu, mobilisasi juga terjadi melalui media sosial, khususnya Instagram. Slyvana mengungkapkan bahwa ada upaya framing melalui platform ini untuk mendorong siswa yang tidak dapat ikut serta secara langsung untuk berpartisipasi dengan cara lain, seperti menyebarluaskan tagar-tagar tertentu yang mengarah pada aksi demonstrasi.
KPAI Imbau Penghindaran Melibatkan Pelajar dalam Aksi Demonstrasi
Menanggapi situasi ini, KPAI mengimbau agar semua pihak tidak melibatkan pelajar dalam aksi demonstrasi, terutama yang berpotensi menimbulkan kekacauan. “Kami meminta agar para pelajar tidak dijadikan alat untuk tujuan-tujuan politik atau demonstrasi yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka sebagai pelajar,” tegas Slyvana.
Ia juga menekankan pentingnya perlindungan dan keamanan bagi anak-anak, serta perlunya penanganan yang tepat terhadap setiap laporan kekerasan atau pelanggaran hak anak yang terjadi selama aksi tersebut.
KPAI dan lembaga terkait lainnya akan terus melakukan penyelidikan mendalam untuk memastikan bahwa hak-hak pelajar dilindungi dan setiap bentuk kekerasan diusut secara tuntas. Dengan demikian, diharapkan kedepannya, tindakan preventif dapat diambil untuk melindungi para pelajar dari potensi eksploitasi dalam aksi demonstrasi.