Sejak ayahnya kabur, Iki telah menjalani rutinitas berjualan keripik keliling di sekitar daerah Seberang Ulu II Palembang. Penghasilan yang didapatinya dari berjualan tersebut menjadi satu-satunya sumber kehidupan bagi keluarganya, digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar kontrakan, dan juga membeli obat-obatan untuk ibunya yang sakit.
Ketika sang ibu meninggal, beban hidup Iki semakin berat. Namun, dengan tekad yang kuat, Iki tetap mencari penghasilan bahkan dengan mengamen demi membiayai hidup nenek dan tiga adiknya yang masih belia. Rutinitas berjualan keripik keliling masih dilakukannya sepulang dari sekolah, menjadikan Iki sebagai sosok yang tangguh dan penuh ketabahan di usianya yang masih sangat muda.