Dalam acara yang dihadiri oleh sekitar 1.400 mantan anggota JI secara langsung, dan 7.000 orang secara daring dari 36 lembaga pemasyarakatan (lapas) serta dua rumah tahanan negara (rutan) di seluruh Indonesia, Irjen Sentot menjelaskan bahwa JI pertama kali didirikan pada 1993 dengan tujuan mendirikan negara Islam di kawasan Asia Tenggara. Organisasi ini kemudian dikenal luas setelah bertanggung jawab atas aksi Bom Bali I pada tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Namun, berkat pendekatan humanis dan persuasif dari Densus 88 dan otoritas terkait, ideologi lama JI perlahan terkikis. Hal ini dipertegas dengan pertemuan pada tahun 2019 dengan Para Wijayanto, amir JI yang menjabat selama 11 tahun hingga penangkapannya. Diskusi terbuka dan akrab dengan para tokoh JI lainnya berlanjut hingga mereka mendeklarasikan pembubaran organisasi pada 30 Juni 2024 di Bogor.
Kegiatan tersebut kemudian dilanjutkan di berbagai daerah di Indonesia, dan Solo menjadi tempat terakhir dari rangkaian acara sosialisasi dan deklarasi yang sudah dilakukan sebanyak 44 kali di 21 wilayah di Indonesia.
Dalam acara puncak ini, hadir sejumlah pejabat tinggi negara, antara lain Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Eddy Hartono, serta pejabat daerah seperti Pj. Gubernur Jateng Komjen Pol (Purn) Nana Sudjana dan Kapolda Jateng Irjen Pol. Ribut Hari Wibowo.