Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung
bitvonline.com -Di balik sorotan gemerlap kebijakan sosial di Libya, masa pemerintahan Muammar Gaddafi (1969–2011) meninggalkan warisan yang penuh kontradiksi. Di satu sisi, pemerintahannya memperkenalkan sejumlah inisiatif ambisius untuk memberikan layanan dasar secara gratis—mulai dari listrik dan bahan bakar minyak (BBM) murah, hingga perumahan, pendidikan, dan kesehatan yang dibiayai negara. Namun, di sisi lain, kebijakan tersebut menuai kritik tajam karena dianggap tidak berkelanjutan dan sangat bergantung pada pendapatan minyak.
Subsidi Besar-Besaran untuk Seluruh Rakyat
Baca Juga:
Di bawah rezim Gaddafi, listrik dinyatakan sebagai hak dasar bagi setiap warga Libya. Pemerintah menggratiskan listrik untuk seluruh rakyat, upaya yang dinilai sebagai bentuk redistribusi kekayaan negara yang bersumber dari hasil ekspor minyak. Kebijakan ini disusul dengan subsidi besar-besaran untuk BBM, sehingga harga bahan bakar tetap terjangkau—membantu menopang kegiatan ekonomi dan mobilitas masyarakat.
Baca Juga:
Selain itu, Gaddafi juga mengklaim bahwa setiap warga berhak mendapatkan perumahan tanpa harus membayar sewa. Program perumahan bersubsidi ini, bersama dengan penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan secara gratis, merupakan bagian dari visi sosialisme yang ia terapkan. Dalam narasinya, pemerintah Libya berperan sebagai pelindung dan penyedia hak-hak dasar bagi rakyatnya.
Kritik dan Tantangan Keberlanjutan
Meski pada masa itu kebijakan-kebijakan tersebut menuai sambutan hangat dari sebagian masyarakat, banyak pengamat ekonomi dan politik mengkritiknya sebagai kebijakan jangka pendek yang bergantung sepenuhnya pada pendapatan minyak. "Ketika harga minyak turun, akan sulit untuk mempertahankan subsidi yang begitu besar tanpa mengorbankan sektor lain dalam anggaran negara," ujar salah satu analis ekonomi di Kairo.
Kritik tersebut semakin menguat ketika, setelah kejatuhan Gaddafi pada tahun 2011, banyak kebijakan subsidi ini dihapuskan atau direvisi. Ketidakstabilan politik pasca-rezim dan tantangan ekonomi membuat Libya harus menata ulang prioritas nasional, terutama dalam upaya menyeimbangkan antara kebutuhan sosial dan keberlangsungan fiskal.
Pembelajaran untuk Negara Lain
Pengalaman Libya di bawah Gaddafi menawarkan pelajaran penting bagi negara-negara penghasil minyak lainnya yang juga pernah menerapkan subsidi besar-besaran pada sektor energi dan kesejahteraan. Meski dukungan terhadap kebijakan tersebut sempat mengangkat taraf hidup masyarakat dalam jangka pendek, ketergantungan yang berlebihan pada sumber daya alam terbatas menjadikan kebijakan itu rentan terhadap fluktuasi ekonomi global.
Seiring berjalannya waktu, model subsidi seperti yang diterapkan di Libya kini semakin langka. Banyak negara memilih untuk mengintegrasikan kebijakan sosial dengan reformasi struktural yang lebih berkelanjutan, demi menjaga kestabilan ekonomi nasional sekaligus memenuhi kebutuhan rakyat.
Warisan Gaddafi, dengan segala kebijakan yang menggratiskan layanan dasar, tetap menjadi topik hangat dalam diskursus kebijakan publik dan ekonomi. Di satu sisi, ia meninggalkan citra seorang pemimpin yang peduli akan kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, ketergantungan pada pendapatan minyak dan kegagalan menjaga keberlanjutan subsidi mengingatkan akan kompleksitas dalam mengelola kebijakan sosial di era sumber daya alam terbatas.
(r04)
Tags
beritaTerkait
komentar