JAKARTA -Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam konferensi pers yang digelar dini hari, Sabtu (12/4/2025), Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat terkait adanya pengaturan putusan lepas terhadap tiga korporasi raksasa: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
"Penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka karena telah ditemukan bukti yang cukup terjadinya tindak pidana suap dan gratifikasi," ujar Abdul Qohar.
Selain Arif, tiga orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka yaitu WG, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara; Marcella Santoso, kuasa hukum korporasi; dan seorang advokat berinisial AR.
Mereka diduga berperan dalam pengaturan perkara agar ketiga perusahaan yang terlibat ekspor CPO ilegal pada periode Januari 2021 hingga Maret 2022 dibebaskan dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pada 19 Maret 2025, majelis hakim menyatakan bahwa meskipun korporasi terbukti melakukan perbuatan tersebut, hal itu tidak termasuk dalam kategori tindak pidana—sehingga mereka dilepaskan dari dakwaan.
Muhammad Arif Nuryanta dilantik sebagai Ketua PN Jakarta Selatan pada 7 November 2024, menggantikan Saut Maruli Tua Pasaribu.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dan pernah bertugas di sejumlah pengadilan daerah seperti Karawang, Tebing Tinggi, hingga Purwokerto.
Nama Arif juga mencuat dalam kasus kontroversial unlawful killing Laskar FPI, di mana ia memimpin majelis hakim yang membebaskan dua anggota polisi, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella.
Putusan tersebut menyebutkan keduanya bersalah, namun tidak dijatuhi hukuman karena adanya alasan pembenar dan pemaaf.*