bitvonline.com Kasus mafia tanah kembali mencuat ke permukaan. Kali ini menimpa seorang warga bernama Anni Sri Cahyani, yang menjadi korban dari praktik tumpang tindih sertifikat tanah di kawasan Pondok Jaya, Tangerang Selatan (Tangsel).
Kasus ini melibatkan institusi resmi negara, yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan menjadi sorotan karena dianggap sebagai bentuk kelalaian negara dalam melindungi hak warga negara.
Permasalahan bermula ketika Anni membeli sebidang tanah yang secara fisik dikuasai tanpa adanya sengketa. Sertifikat tanah tersebut telah lebih dulu terbit atas nama Punto dan dinyatakan sah oleh BPN.
Namun secara mengejutkan, sebuah perusahaan pengembang perumahan yang berbasis di Bintaro juga mengklaim memiliki sertifikat atas objek tanah yang sama — yang ternyata juga diterbitkan oleh BPN.
Situasi semakin ironis ketika dalam gugatan perdata yang diajukan pihak pengembang, pengadilan justru memenangkan pihak pengembang, meskipun Anni telah melaporkan dugaan pemalsuan dokumen dasar (warkah) yang digunakan untuk penerbitan sertifikat milik pengembang.
Laporan pemalsuan tersebut terbukti benar secara hukum, dan tindakan itu dinyatakan sebagai tindak pidana. Namun karena alasan daluwarsa, pelaku tidak dapat dikenakan sanksi pidana.
"Kalau dasar sertifikat dari mereka terbukti palsu, seharusnya tidak bisa digunakan untuk menggugat saya, apalagi sampai menang dan dieksekusi. Ini jelas cacat substansi dan hukum," tegas Anni, Sabtu (12/4/2025).
Lebih lanjut, Anni mengungkapkan keheranannya atas dua putusan hukum yang saling bertolak belakang:
"Putusan pidana menyatakan ada pemalsuan, sedangkan putusan perdata memenangkan pihak yang menggunakan dokumen palsu. Ini pertentangan yang tidak bisa diterima secara logika hukum. Di mana negara saat hak warga dirampas dengan cara-cara curang?"
Anni telah melaporkan kasus ini ke berbagai institusi, namun belum mendapatkan keadilan. Ia pun mempertanyakan di mana keberpihakan negara terhadap rakyat kecil.
"Negara hadir, katanya. Tapi saya tak merasakannya. Yang terjadi justru saya dikorbankan oleh sistem yang seharusnya melindungi," ucapnya pilu.
Kasus ini menjadi gambaran jelas bagaimana praktik mafia tanah mampu masuk ke dalam sistem legal formal, memanfaatkan celah hukum dan lemahnya verifikasi administrasi negara. Hal ini juga memperlihatkan kegagalan sistemik dalam menjalankan prinsip due diligence of law serta memberikan access to justice bagi warga negara.