BREAKING NEWS
Senin, 17 Maret 2025

Walhi Laporkan 47 Perusahaan ke Kejagung, Kerugian Negara Rp 437 Triliun Akibat Eksploitasi Sumber Daya Alam

Justin Nova - Minggu, 16 Maret 2025 15:36 WIB
46 view
Walhi Laporkan 47 Perusahaan ke Kejagung, Kerugian Negara Rp 437 Triliun Akibat Eksploitasi Sumber Daya Alam
Ilustrasi Hutan
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA -Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan 47 perusahaan ke Kejaksaan Agung atas dugaan perusakan lingkungan di 17 provinsi.

Laporan tersebut mencatat estimasi kerugian negara mencapai Rp 437 triliun akibat eksploitasi sumber daya alam yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Priyono Suryanto menilai laporan ini tidak hanya sebagai tuntutan hukum, tetapi juga sebagai momentum penting untuk merubah paradigma dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Priyono menyebutkan bahwa sejak awal, sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan dikelola untuk mendukung pembangunan nasional.

Namun, ia mengingatkan bahwa meskipun eksploitasi tersebut menghasilkan kemajuan ekonomi, dampak buruk terhadap lingkungan kini sudah mulai terasa dan dapat memicu konsekuensi ekologis yang serius.

"Prinsip yang digunakan seharusnya eksploitasi untuk pembangunan, namun hasilnya kita mendapatkan kemajuan ekonomi sekaligus merusak lingkungan.

Sekarang, dampaknya mulai terasa jelas, dan kita menghadapi konsekuensi ekologis yang serius," ujar Priyono Suryanto.

Salah satu masalah utama dalam tata kelola lingkungan, menurut Priyono, adalah penyalahgunaan dalam proses perizinan. Ia menilai bahwa perizinan lingkungan di Indonesia telah menjadi bisnis tersendiri. Banyak izin dikeluarkan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.

"Meski secara administratif tidak ada yang dilanggar, pada praktiknya terjadi banyak penyimpangan karena banyak rekayasa yang dilakukan.

Akibatnya, izin diberikan tanpa memastikan adanya jaminan kelestarian lingkungan," tegas Priyono.

Lebih lanjut, Priyono juga menyoroti pentingnya akuntabilitas perusahaan dalam memulihkan lahan yang telah dieksploitasi.

Ia menekankan bahwa sudah ada regulasi yang mengatur kewajiban untuk mengembalikan kondisi lahan pasca-eksploitasi.

"Misalnya, setelah menambang, harus ada reklamasi yang benar-benar diawasi agar hutan bisa kembali pulih. Begitu juga di sektor kehutanan, eksploitasi kayu harus dibarengi dengan upaya menjaga ekosistemnya," ujar Priyono.

Kerugian negara yang mencapai Rp 437 triliun yang dirilis oleh Walhi masih dianggap Priyono sebagai jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan dampak sesungguhnya.

Menurutnya, persoalan ini bukan hanya soal uang, tetapi lebih penting lagi mengenai warisan lingkungan yang akan diterima oleh generasi mendatang.

Sebagai solusi jangka panjang, Priyono mengusulkan transformasi fundamental dalam tata kelola lingkungan, yang mencakup pendekatan baru dalam pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada eksploitasi, tetapi juga mempertimbangkan kelestarian lingkungan.

"Jika pola eksploitatif ini terus dibiarkan, kita tidak hanya kehilangan sumber daya, tetapi juga akan meninggalkan bencana ekologis bagi anak-cucu kita," ungkapnya.

Priyono juga mendorong pemerintah untuk memperkuat kolaborasi dengan universitas dan lembaga riset seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) guna membangun pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam.

"Puncaknya adalah Indonesia bisa menjadi barometer dunia untuk mitigasi reforestasi dan rehabilitasi. Harapannya, negara tidak akan menuju pada narasi Indonesia gelap, tetapi Indonesia terang jika negara mau berbenah," pungkasnya.

(bs/n14)

Editor
: Justin Nova
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru