Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung
Tangerang – Pembangunan pagar laut sepanjang 30 km di perairan Tangerang, Banten, akhirnya menemui titik terang. Menurut Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, pagar laut tersebut dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat dengan tujuan untuk mencegah abrasi, mitigasi tsunami, dan pemanfaatan area untuk tambak ikan. Koordinator JRP, Sandi Martapraja, menjelaskan bahwa pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang dibangun untuk mengatasi masalah abrasi dan kerusakan lingkungan.
Selain itu, pagar tersebut juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dari ancaman tsunami, meski tidak dapat sepenuhnya menahan bencana alam tersebut. “Pagar laut ini juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tambak ikan secara berkelanjutan, menjaga keseimbangan ekosistem,” ujar Sandi. Namun, keberadaan pagar laut ini mendapat respon negatif dari sebagian warga, terutama para nelayan. Seorang nelayan, Heru, mengaku kesulitan mencari ikan di sekitar area pagar laut karena alat pancingnya sering tersangkut di struktur bambu pagar yang terbawa ombak.
“Wilayah ini adalah lokasi terbaik untuk mencari ikan, tapi sekarang jadi terhambat,” keluh Heru. Selain itu, pagar laut yang dipasang melintang di sepanjang pesisir juga membuat jalur bagi kapal nelayan semakin sempit. Surwan, warga Desa Konjo yang juga seorang nelayan, menambahkan bahwa nelayan harus berlayar lebih jauh untuk mencapai jalur yang bisa dilalui kapal, yang mengakibatkan pemborosan bahan bakar.
Baca Juga:
Pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 km ini pertama kali ditemukan pada Agustus 2024, saat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima laporan tentang aktivitas pemagaran laut. Pagar laut ini terbuat dari bambu dan memiliki pintu setiap 400 meter untuk memungkinkan perahu nelayan melintasinya. Pihak berwenang, termasuk Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), telah menyegel pagar laut tersebut pada 9 Januari 2025.
Pihak KKP memberi tenggat waktu hingga 20 hari kepada pemilik pagar untuk membongkarnya. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa pagar laut tersebut tidak memiliki izin dan akan dikenakan sanksi administratif jika terbukti melanggar aturan. Pagar laut yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji ini melibatkan pemasangan struktural oleh masyarakat yang digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024. Namun, hingga kini, identitas pihak yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut tersebut masih belum diketahui.
Baca Juga:
(christie)
Tags
beritaTerkait
komentar