Kasus ini berawal dari dugaan kegiatan pertambangan timah ilegal yang melibatkan Harvey sebagai salah satu pihak yang mengakomodasi kegiatan tersebut. Diduga, Harvey berkolaborasi dengan mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, untuk menutupi kegiatan pertambangan liar di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah. Harvey diduga menghubungi beberapa perusahaan smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan mereka sebagai dana yang diklaim sebagai corporate social responsibility (CSR), yang kemudian diserahkan kepadanya. Dalam perbuatannya, Harvey bersama dengan Helena Lim, Manager PT QSE, diduga menikmati uang negara hingga Rp 420 miliar.Harvey pun membantah tuduhan tersebut dan menganggap bahwa perhitungan kerugian negara yang sebesar Rp 300 triliun tersebut tidak memiliki dasar yang jelas. “Saya yakin majelis hakim tidak akan bisa dibohongi oleh ahli yang tidak profesional ini,” ujarnya dengan tegas.Kasus ini telah menjadi sorotan publik mengingat besarnya kerugian negara yang disebutkan dan keterlibatan sejumlah pihak dalam dugaan praktik korupsi di sektor komoditas timah. Harvey yang mengaku hanya berperan sebagai penghubung dalam kegiatan pertambangan ini kini tengah berjuang menghadapi tuntutan hukum yang berat.
(JOHANSIRAIT)