Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung
JAKARTA –Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, termasuk Pertalite, belum menjadi agenda dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Pernyataan tersebut disampaikan Sri Mulyani usai rapat bersama Presiden Joko Widodo mengenai Govtech di Istana Kepresidenan Jakarta.
“Belum ada pembahasan mengenai pembatasan BBM subsidi. RAPBN 2025 sedang dibahas bersama DPR, dan isu ini tidak termasuk dalam agenda pembahasan,” kata Sri Mulyani pada Selasa, 3 September 2024.
Rencana pemerintah untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi, yang sebelumnya diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, berpotensi mulai berlaku pada 1 Oktober 2024. Bahlil menyebutkan bahwa pelaksanaan kebijakan ini akan bergantung pada penerbitan Peraturan Menteri (Permen) yang relevan.
Baca Juga:
“Pelaksanaan pembatasan BBM subsidi baru akan dilakukan setelah Permen-nya diterbitkan,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta pada 27 Agustus 2024.
Presiden Joko Widodo, dalam pernyataannya pada 28 Agustus 2024, menekankan bahwa proses pembatasan BBM subsidi masih dalam tahap sosialisasi. “Kita masih dalam proses sosialisasi dan belum ada keputusan resmi atau rapat final mengenai kebijakan ini. Penting untuk memastikan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan mengatasi polusi udara, terutama di Jakarta,” jelas Jokowi.
Baca Juga:
Kebijakan pembatasan BBM subsidi ini menuai berbagai tanggapan. Direktur ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengungkapkan kekhawatirannya terkait potensi biaya dan masalah implementasi. “Biaya kebijakan pembatasan subsidi BBM berpotensi lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Jika tidak dikelola dengan baik, biaya ekonomi dan sosial dari kebijakan ini bisa tidak terkendali,” kata Komaidi pada 14 Agustus 2024.
Komaidi menambahkan bahwa pengaturan BBM bersubsidi dapat memicu permasalahan, terutama saat Pilkada serentak yang akan berlangsung. Ia menyarankan agar mekanisme subsidi langsung kepada individu penerima manfaat bisa menjadi alternatif yang lebih optimal.
Sementara itu, Ekonom Universitas Mataram, Muhammad Firmansyah, menilai bahwa pemerintah sebaiknya fokus pada pengembangan transportasi publik sebagai alternatif daripada membatasi BBM bersubsidi. “Transportasi publik di banyak daerah belum memadai. Penyediaan alternatif transportasi yang layak akan membantu masyarakat dan mengurangi ketergantungan pada BBM subsidi,” ujar Firmansyah pada 11 Juli 2024.
Firmansyah menambahkan bahwa banyak kalangan kelas menengah yang bergantung pada BBM subsidi untuk aktivitas produktif mereka. Oleh karena itu, ia menilai pentingnya pemerintah menyiapkan transportasi publik yang baik di Jabodetabek dan daerah-daerah besar lainnya.
Pemerintah hingga saat ini belum memberikan keputusan final mengenai rencana pembatasan BBM subsidi. Sementara itu, masyarakat dan berbagai pihak menunggu kepastian serta implementasi kebijakan yang akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.
(N/014)
Tags
beritaTerkait
komentar