DJP mengungkapkan perhitungan terkait dampak kenaikan PPN ini menggunakan rumus selisih harga antara harga lama dengan harga baru, dibagi harga lama, lalu dikali 100%. Sebagai contoh, untuk harga sekaleng soda yang saat ini dijual dengan harga Rp 7.000, PPN 11% akan menambah Rp 770, sehingga harga totalnya menjadi Rp 7.700. Dengan kenaikan PPN menjadi 12%, harga tambahan PPN menjadi Rp 840, sehingga harga totalnya naik menjadi Rp 7.840. Perhitungan ini menunjukkan selisih harga hanya sekitar 0,9%.
DJP juga menjelaskan bahwa meskipun PPN naik, inflasi diperkirakan tetap terjaga rendah. Berdasarkan perhitungan Pemerintah, inflasi saat ini berada pada angka 1,6%, dan kenaikan PPN diperkirakan hanya berkontribusi sebesar 0,2% terhadap inflasi. Pemerintah menargetkan inflasi untuk 2025 berada pada kisaran 1,5%-3,5%, sehingga dampak kenaikan PPN diharapkan tidak akan menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan.
Sebagai catatan, sebelumnya pada 1 April 2022, PPN juga mengalami kenaikan dari 10% menjadi 11%, namun dampaknya terhadap harga barang dan daya beli masyarakat tidak terlalu signifikan. Saat itu, inflasi tercatat sebesar 5,51%, yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti lonjakan harga global dan gangguan suplai pangan, serta penyesuaian harga BBM setelah pandemi COVID-19.