“Hal ini jelas tidak bisa ditolerir, apalagi jika melibatkan pihak-pihak yang mendukung calon petahana. Seharusnya mereka bisa memberikan contoh yang baik dalam berkompetisi, tetapi yang terjadi justru sebaliknya,” tegas Yudhistira.
Yudhistira juga menyampaikan bahwa seorang pejabat publik, terutama yang memiliki pengalaman dalam pemerintahan, seharusnya paham tentang hak dan peran wartawan sebagai kontrol sosial. Menurutnya, jika seorang pejabat merasa keberatan dengan pemberitaan, terdapat mekanisme hukum yang sah, seperti hak jawab, hak bantah, atau somasi. Namun, tindakan kekerasan bukanlah jalan keluar yang tepat.
“Salah satu fungsi utama wartawan adalah untuk mengontrol kekuasaan. Selama berita yang disampaikan didasarkan pada fakta dan bukti yang jelas, tidak ada yang salah. Jika memang keberatan, ada jalur hukum yang bisa ditempuh. Tapi ini kok malah menunjukkan sikap arogan, bertindak seperti preman dengan memerintahkan orang untuk melakukan kekerasan,” ujar Yudhistira.
Sehubungan dengan hal tersebut, Ketua IWO ini mendesak pihak kepolisian untuk segera menindaklanjuti laporan yang telah disampaikan oleh korban. Yudhistira meminta kepada Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Wishnu Hermawan Februanto, untuk mengawal secara ketat proses hukum ini.