Menurut Suhadi, meskipun hanya satu desa per kabupaten yang diresmikan sebagai kampung pengawasan partisipatif, Bawaslu berharap inisiatif ini dapat menginspirasi desa-desa lainnya untuk turut berpartisipasi aktif dalam mengawasi pelaksanaan Pilkada. Bawaslu berkomitmen meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah bahaya laten seperti politik uang, hoaks, ujaran kebencian, serta politik SARA. Selain itu, Bawaslu juga menekankan pentingnya menjaga netralitas, khususnya di kalangan ASN, TNI, dan Polri, agar demokrasi tetap berjalan dengan baik.
“Kami berharap dengan contoh yang ditunjukkan Desa Lingga, seluruh daerah di Kabupaten Karo bahkan Sumatera Utara bisa mengikuti jejak ini. Partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pilkada menjadi kunci untuk mencegah praktik-praktik kotor seperti politik uang dan penyebaran hoaks yang dapat merusak proses demokrasi,” tambah Suhadi.
Sebagai salah satu desa budaya di Kabupaten Karo, Desa Lingga tidak hanya memiliki warisan budaya yang kaya, tetapi juga nilai gotong royong yang kuat. Masyarakat di desa ini telah terbiasa dengan kerja sama kolektif dalam berbagai kegiatan, sehingga program pengawasan partisipatif ini disambut dengan antusiasme. Adanya posko pengawasan di sapo diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk mengawasi dan melaporkan potensi pelanggaran selama tahapan Pilkada.
Dalam kesempatan itu, masyarakat Desa Lingga melalui perwakilan pemuka adat dan agama menyatakan komitmennya untuk menjaga integritas Pilkada 2024. Bagi mereka, menjadi kampung pengawasan partisipatif bukan hanya kehormatan, tetapi juga tanggung jawab untuk menjadikan desa mereka sebagai contoh demokrasi yang sehat dan bebas dari pelanggaran.