BANGLADESH –Sheikh Hasina, Perdana Menteri Bangladesh yang telah memimpin negara tersebut sejak 2009, baru-baru ini menghadapi salah satu tantangan terbesar dalam masa pemerintahannya. Pada hari Minggu, 4 Agustus 2024, Hasina berusaha mengatasi kerusuhan yang semakin memburuk di seluruh negeri dengan mengadakan perundingan keamanan krisis. Namun, meski terlibat dalam negosiasi tersebut, Hasina tampak enggan menerima kenyataan bahwa masa jabatannya sebagai PM hampir berakhir.
Selama masa kepemimpinannya, Sheikh Hasina telah memperkuat hubungan dengan China dan Rusia, yang keduanya sering dianggap sebagai rival Amerika Serikat di panggung internasional. Bangladesh telah menerima bantuan militer dan investasi signifikan dari China, menyebabkan kekhawatiran di Washington tentang pengaruh China yang semakin besar di Asia Selatan. Meskipun demikian, situasi politik dalam negeri Bangladesh semakin menegangkan.
Menurut BBC, Sheikh Hasina menghadapi tekanan berat dari kerusuhan rakyat yang meluas. Dalam hitungan jam, kekuatan rakyat yang marah mulai mendekati kediamannya, membuat keputusan untuk melarikan diri menjadi sangat mendesak. Nasihat dari keluarga dekat, bukan pejabat keamanan tinggi, menjadi faktor utama dalam keputusan Hasina untuk melarikan diri. Keputusan ini diambil tepat pada waktunya karena massa mulai memasuki kediamannya beberapa jam setelah dia melarikan diri.
Pertemuan Komite Keamanan Nasional, yang dihadiri oleh perdana menteri, panglima militer tertinggi, pejabat keamanan senior, dan polisi, berlangsung dengan suasana yang tenang. Namun, keadaan semakin memburuk seiring dengan meningkatnya protes anti-pemerintah yang melanda seluruh negeri. Kekerasan yang terjadi selama protes ini adalah yang terburuk sejak perang kemerdekaan Bangladesh pada tahun 1971, dengan ratusan korban tewas.