Jakarta – Tim Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi pernyataan saksi ahli mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, Chairul Huda, yang mengungkapkan pentingnya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menentukan kerugian keuangan negara dalam proses hukum. Zulkipli, perwakilan Kejagung, menegaskan bahwa laporan BPK bukanlah syarat wajib dalam penetapan tersangka dalam tindak pidana korupsi.
“Seperti yang disampaikan ahli dari kubu pemohon (Tom Lembong), itu hanya pendapat dalam konteks umum. Tidak ada satu keharusan atau syarat khusus laporan BPK yang menjadi penentu penetapan tersangka,” ujar Zulkipli usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2024).
Pernyataan ini merujuk pada keterangan Chairul Huda yang menekankan pentingnya audit BPK untuk menghitung kerugian negara sebagai dasar dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Zulkipli menjelaskan bahwa meskipun audit BPK sangat relevan dalam konteks administrasi negara, dalam hukum pidana, penetapan tersangka memerlukan dua alat bukti yang sah sebagai dasar yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut Zulkipli, penetapan tersangka berdasarkan standar dua alat bukti tersebut, seperti yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21 dan Perma Nomor 4 Tahun 2016. Hal ini memastikan bahwa proses hukum dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur.