SUMUT -Kebijakan pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengenai Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) 2025 menuai penolakan keras dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut. FSPMI menilai kebijakan yang ditandatangani oleh Penjabat (Pj) Gubernur Sumut, Agus Fatoni, terkait kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMSP tahun 2025 tersebut merugikan buruh di beberapa sektor industri.
Ketua FSPMI Sumut, Willly Agus Utomo, dalam keterangan persnya, mengungkapkan bahwa mereka menyetujui kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut sebesar 6,5 persen, namun sangat menolak kebijakan kenaikan UMSP yang hanya berlaku untuk 8 sektor industri. Ia menilai kebijakan ini tidak adil dan merugikan pekerja di sektor-sektor lain yang tidak termasuk dalam daftar tersebut.
“Kenaikan UMP 6,5 persen kami setujui, tetapi kenaikan UMSP hanya diberlakukan untuk 8 sektor industri. Kami sangat kecewa karena banyak sektor industri lain yang seharusnya juga mendapatkan kenaikan upah sektor, seperti sektor peleburan besi, baja, tekstil, elektronik, perkayuan, dan lainnya,” ujar Willly Agus Utomo di Medan, Jumat (13/12/2024).
Willly menjelaskan bahwa hanya 8 sektor yang masuk dalam UMSP 2025, yakni sektor pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, konstruksi, akomodasi, informasi dan komunikasi, serta keuangan dan akuntansi. Menurutnya, kebijakan ini akan merugikan kaum buruh, terutama di sektor-sektor industri yang lebih besar dan lebih banyak menyerap tenaga kerja, seperti industri metal, tekstil, dan elektronik.
“Kami menilai kebijakan ini tidak adil, karena hanya 8 sektor yang dinaikkan upahnya, sedangkan sektor industri lainnya yang lebih besar justru tidak termasuk. Sektor yang paling banyak menyerap buruh malah terabaikan. Ini jelas merugikan buruh di Sumut,” tambah Willy.